Selasa, 05 Oktober 2010

Perlu Adanya Pengembangan Wisata Kuliner di Jakarta

Dirjen Pemasaran Depbudpar Sapta Nirwandar mendorong pemkot DKI Jakarta dan pengusaha untuk membuat kawasan wisata kuliner khusus sehingga wisman dan wisnus dapat mencicipi berbagai macam masakan sekaligus.

“Kalau di Singapura ada Clark Quay, di Jakarta misalnya di kawasan kota lama mungkin bisa disiapkan satu area dimana orang bisa makan malam dengan suasana yang nyaman dan kualitas makanan serta penyajian yang baik dengan standar internasional,” ujarnya.

Dia berbicara seusai membuka acara peluncuran buku The Jakarta Good Food Guide (JGFD) karya Laksmi Pamuntjak di Ak’sara, Kemang, Jakarta Selatan.

Sapta mengatakan tayangan wisata kuliner yang marak di televisi mendorong masyarakat mengenal masakan daerah. “Acara Bondan Winarno, pakar kuliner William Wongso dan kompetisi yang kerap ditayangkan di TV ikut mempromosikan daerah sebagai tujuan wisata kuliner.”

Menurut dia, jika berbagai pihak terkait serius menggarap wisata kuliner ini maka berbagai makanan daerah bisa tetap dilestarikan seperti nasi pandan dan jenis masakan lain yang belum akrab di tengah masyarakat.

“Sayur asem Indonesia juga tidak kalah dengan Tom Yam dari Thailand. Supaya makanan Indonesia mendunia, saya minta berbagai pihak terkait memanfaatkan Internet dan memasukan jenis-jenis masakan Indonesia sebagai open source yang bisa di download gratis,” katanya.

Menyinggung peluncuran buku JGFG, pihaknya berharap sebagian isinya bisa juga dibaca lewat Internet sehingga potensi kuliner ini juga menjadi daya tarik wisata Indonesia. Apalagi, kata Sapta, JGFG adalah buku panduan restoran pertama di Indonesia yang independen.

Kehadiran buku ini tidak disponsori restoran dan hotel di Jakarta ataupun industri makanan, tapi penulisnya membayar penuh di setiap tempat yang dikunjungi tanpa memberitahukan kedatangannya pada pihak restoran.

Laksmi Pamuntjak, penulis buku itu, mengaku awalnya dia frustasi tidak ada panduan makanan di Jakarta yang independen, komprehensif dan deskriptif akhirnya lahirlah buku pertama tahun 2001 dan laku 13.000 eksemplar.

Edisi JGFG berikutnya tahun 2002/2003 juga laku 10.000 eksemplar malah Laksmi mendapat penghargaan Editorial Merit dalam International Graphic Design Award ke 10 Majalah HOW USA.

“Buku edisi 2008/2009 memuat 440 restoran termasuk tempat makan pinggir jalan dan kaki lima. Buku ini disponsori Depbudpar dan Mandiri Prioritas,” kata Laksmi.

Dia yakin potensi kuliner Indonesia mampu menjaring kunjungan wisatawan mancanegara. Oleh karena itu pihaknya mendukung pula diselenggarakannya kompetisi kuliner internasional.

Sumber : resep
Lihat juga : the cafe, coffee bean, starbucks

Tidak ada komentar:

Posting Komentar